MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SUMBER AJARAN ISLAM
SUNNAH DAN IJTIHAD
Dosen pembimbing : Drs.
Abd. Rahman L.
Di susun
oleh :
KHAIRUM MUSTOFA
(15060052)
PROGRAM STUDI S1
EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGRI
PADANG
T.A. 2016/2017
Kata Pengantar
Pertama
kami mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan karunianya
penulisan makalah tentang “Sumber ajaran Islam Sunnah dan Ijtihad” ini dapat kami
selesaikan. Makalah ini membahas mengenai sumber ajaran Islam kedua dan ketiga
yaitu Sunnah dan Ijtihad.
Tak lupa penulis
mengucapkan terimakasih kepada dosen Pendidikan Agama Islam bapak Drs. Abd.
Rahman L. yang telah membimbing kami dalam Pembuatan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat menambah pemahaman dan pengetahuan kita tentang sumber-sumber ajara
islam sunnah dan ijtihad dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kami
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif , bersifat membangun dari
pembaca guna perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.
Padang, Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………………….i
DAFTAR
ISI………………………………………………………………….………………..ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………...…………………..…………..1
1.1. LatarBelakang…………………………………………………………………………..1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………………..……..2
1.3. Tujuan………………………………………………………………….……...………..2
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….………………………..3
2.1. Sunnah / Hadist……………………………………………………………..…...……..3
2.1.1 Pengertian Sunnah / Hadist………………………………………………………..3
2.1.2 Macam-macam Sunnah / Hadist…………………………………………………..4
2.1.3 Fungsi dan Peranan Sunnah / Hadist……………………………………………...5
2.1.4 Perbedaan Al-Quran dan Sunnah………………………….………………………6
2.2. Ijtihad………………………………………………………………...………………..7
2.2.1. Pengertian dan Metode Ijtihad…………………………………………………...7
2.2.2. Metode Ijtihad…………………………………………………………………....7
2.2.3. Mazhab Shahabi………………………………………………………………....10
2.2.4. Sejarah Ijtihad……………………………………………………………….......11
BAB
III PENUTUP………………………………………………………………….…….....13
3.1. Kesimpulan………………………………………………………………...………….13
3.2. Saran…………………………………………………………………………………..13
DAFTAR PUSTAKA..………..…………………………………………...……………..…..14
BAB
1
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
MASALAH
Dalam Islam yang menjadi sumber ajaran Islam adalah Al-Quran,
Hadist, dan Ijtihad yang dijadikan sumber ajaran islam atau dasar hukum. Sumber
hukum atau sumber ajaran Islam yang paling utama adalah Al Quran dan as sunnah.
Namun adakalanya timbul permasalahan-permasalahan baru yang timbul akibat
berkembangnya jaman, oleh karena itu dibutuhkan sesuatu yang dapat dijadikan
pijakan untuk menetapkan hukum perkara tersebut. Dengan didasari oleh hadits
Nabi, para ulama berijtihad dalam mentukan hukum yang tidak ditemui di
dalam Al-Quran dan Al-Hadist.
Islam
berkembang sangat pesat ke seluruh penjuru dunia dengan kecepatan yang
menakjubkan, yang sangat menarik dan perlu diketahui bahwa Dinul Islam yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah suatu agama yang sekaligus menjadi
pandangan atau pedoman hidup. Banyak sumber-sumber ajaran Islam yang digunakan
mulai zaman muncul pertama kalinya Islam pada masa rasulullah sampai pada zaman
modern sekarang ini. Sumber-sumber yang berasal dari agama Islam merupakan
sumber ajaran yang sudah dibuktikan kebenarannya yaitu bertujuan untuk
kemaslahatan umat manusia, sumber-sumber ajaran Islam merupakan sumber ajaran
yang sangat luas dalam mengatasi berbagai permasalahan seperti bidang akhidah,
sosial, ekonomi, sains, teknologi dan sebagainya.
Islam
sangat mendukung umatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan, terutama yang
bersumber dari sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an, Sunah, Ijma’, Qiyas dan
juga ijtihad. Begitu sempurna dan lengkapnya sumber-sumber ajaran Islam. Namun
permasalahan disini adalah banyak umat Islam yang belum mengetahui betapa luas
dan lengkapnya sumber-sumber ajaran Islam guna mendukung umat Islam untuk maju
dalam bidang pengetahuan.
II. RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa saja
yang di jadikan dasar atau sumber ajaran dalam Islam?
2.
Bagaimana
Sunnah dan Hadist menjadi sumber ajaran dalam Islam?
3.
Bagaimana
Hadits sebagai sumber hukum kedua ajaran Islam?
4.
Bagaimana
Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an dan Hadits?
5.
Apa perbedaan
antara Al-Quran dan As-Sunnah?
6.
Bagaimana
sejarah Ijtihad dalam Islam?
III. TUJUAN PENULISAN
1) Dapat mengetahuai kedudukan sunnah
dan hadist sebagai sumber hukum kedua dalam ajaran Islam
2) Dapat mengetahuai kedudukan ijtihat
sebagai sumber ajaran ketiga dalam Islam
3) Dapat mengetahui fungsi dan peranan
sunah / hadist
4) Dapat Memahami perbedaan sunah /
hadist
5) Dapat memahami apa itu sunnah dan
hadis, macam-macam sunnah / hadist
6) Dapat mengetahai apa yang dimaksud
dengan ijtihad
7) Dapat mengetahuai dasar hukum
Istihsan, Istishab
8) Dapat memahami tentang Syyar’u man
qablana
9) Dapat memahami tentang Mahzab Shahabi
10) Dapat mengetahui sejarah ijtihad
BAB II
PEMBAHASAN
SUMBER AJARAN ISLAM SUNNAH DAN IJTIHAD
2.1.
Sunah / Hadist
Merupakan sumber ajaran islam yang ke dua
sesudah al-quran. Rasullullah Saw adalah suri terladan bagi umatnya dalam
menjalani kehidupan yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan Allah dan
Rasulnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Azhab ayat 21 yang
terjemahannya sebagai berikut :
“sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari akhir dan orang yang
banyak menyebut Allah.”
2.1.1
Pengertian Sunah/hadist
Sunah dan Hadist adalah dua istilah yang
berbeda dari segi bahasa tetapi
memiliki
substansi yang sama. Dari segi bahasa, sunah berarti jalan yang biasa dilalui
atau cara yang senantiasa dilakukan. Rasulullah Saw bersabda : “ Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang
baik di dalam islam, maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang
sesudahnya dan mengamalkannya (H.R.Muslim)”.
Sedangkan hadis menurut bahasa berarti
khabar atau berita. Hadis merupakan pemberitaan, maka ia terkait baik dengan si
pembawa berita baik segi kemampuan daya ingat, sifat atau perilakunya, maupun
proses atau penyampaian berita atau transmisi hadis itu sendiri. Atas dasar
itulah muncul penilaian-penilaian tetang kesahihan sebuah hadis oleh para ulama
hadis sesuai dengan metode yang sudah dibangun oleh para ulama terdahulu.
Sunah menurut istilah adalah seluruh yang
disandarkan kepada nabi Muhammad Saw. Sunah menurut ahli ushul fiqh adalah
segala yag diriwayatkan dari nabi Muhammad Saw. Sunah menurut ahli fiqih adalah
perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan jika tidak dikerjakan
tidak berdosa.
2.1.2
Macam macam Sunah/Hadis
1. Dari
segi bentuknya
a) Sunah
Qauliyah
Yaitu ucapan nabi Muhammad Saw yang
didengar oleh sahabat beliau dan disampaikan kpada orang lain
b) Sunah
Fi’liyah
Yaitu perbuatanyang dilakukan nabi
Muhammad saw yang dilihat atau diketahui oleh sahabat kemudian disampaikan
kepada orang lain dengan ucapan.
c) Sunah
Taqririyah
Yaitu perbuatan sorang sahabat atau
ucapannya dihadapan nabi atau sepengetahuan nabi yang idak ditanggapi atau
dicegah oleh nabi.
2.
Dari segi kualitas
a) Hadis
Shahih
Ialah hadis yang bersambung sanadnya,
yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil dan dhabith dari rawi yang lain juga adil
dan dhabith sampai akhir sanad, dan hadis itu idak janggal serta tidak
mengandung cacat.
Syarat-syarat hadis shahih yang maqbul
ada 6 :
·
rawinya adil
·
rawinya dhabith
·
sanadnya bersambung
·
matannya
tidakmengandung kerancuan(gharib) dari segi bahasa
·
tidak terdapat cacat
yang menyebabkan rsaknya hadis tersebut,seperti isinya yang brtentangan dengan
fakta sejarah.
Contoh
hadis shahih adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
b) Hadis
Hasan
Ialah hadis yang bersambung sanadnya,
diriwayatka oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya,
bahasanya tidak rancu dan tidak bercacar.
c) Hadis
dha’if
Ialah hadis-hadis shahih yang tidak
memenuhi persyaratan hadis shahih dan hasan sebagaimana disebutkan sebelumnya.
3.
Dari segi jumlah orang
yang meriwayatkannya
a) Hadis
Mutawatir
Adalah hadis yang disampaikan oleh
banyak rawi yang tidak memungkinkan mereka sepakat untuk berdusta.
b) Hadis
Masyur
Adalah hadis yang memiliki sanad
terbatas yang lebih dari dua, hadis masyur ada yang berkualitas shahih, hasan,
dan ada juga yang dha’if.
c) Hadis
Ahad
Yaitu hadis yang diterima oleh nabi
Muhammad saw secara orang perorangan sampai kepada rawinya yang terakhir.
2.1.3.
Fungsi dan Peranan Sunah/Hadis
Al-quran
adalah sumber ajaran pokok, sedangkan sunah sumber kedua setelah al-quran.
Kandungan al-quran bersifat global memerlukan perincian dan penjelasan yang operasional
dari ilahi. Keharusan menggunkan sunah banyak sekali diungkapkan dalam al-quran seperti firman
Allah dalam QS.Muhammad: 33 dan QS.Annisa : 59 , ayat-ayat tersebut berisi
perintah untuk mentaati Allah dan Rasulnya.
Fungsi
sunah terhadap Al-quran sebgai berikut :
1)
Fungsi taqrir, yaitu
memperkokoh hukum yang sudah ditetapkan al-quran.
Misalnya
Firman Allah QS Albaqarah 183 berisi perintahtentang kewajiban brpuasa bagi
umat islam.
2)
Fungsi Tafsir/Tafshil
yaitu menafsirkan atau merinci ayat ayat Al quran Yang mengandug pengertian
secara global misalnya QS Al Baqarah 110 yang berisi tentang shalat dan
membayarkan zakat.
3)
Fungsi taqyid yaitu
memberikan batasan terhadap ayat ayat Al Quran yang mengandung pengertian
secara mutlak. Misalnya QS Al Baqarah 180 yang berisi perintah tentang wajibnya
seorang muslim yang sudah mendekati kematiannya untuk mewasiatkan harta
kekayaannya kepada keluarganya.
4)
Fungsi istisna yaitu
memberikan pengecualian terhadap peryataan Al Quran yang bersifat umum misalnya
QS Al Maidah 3 tentang makanan yang di haramkan seperti bangkai,darah,daging
babi dan sembelihan dengan menyebut nama selain Allah.
5)
Fungsi munsyi’ al-hukmu
yaitu membentuk atau menambahkan hukum yang tidak di tetapkan dalam Al Quran.
2.1.4. Perbedaan Al-quran dan Sunah
1) Kebenaran
Al-quran bersiat mutlak (qath’i) sedangkan sunah bersifat dzanni.
2)
Semua ayat al-quran
wajib dijadikan pedoman hidup sedangkan hadis tidak semuanya.
3)
Semua ayat al-quran
dijadikan pedoman hiup yang harus dilakukan oleh setiap muslim, sedangkan hadis
yang dijadikan pedoman hidup dan sumber hukum adalah hadis yang shahih saja.
4)
Ayat al-quran bernilai
otentik, sedangkan hadis tidak semuanya bernilai otentik.
5) Al-quran
adalah wahyu Allah yang redaksinya sesuai dengan yang dituturkan oleh malaikai
jibril pada nabi Muhammad Saw, sedangkan hadis juga merupakan wahyu yang dating
dari Allah dan disampaikan oleh nabi Muhammad Saw dengan redaksinya sendiri.
2.2.
Ijtihad
2.2.1.
Pengertian dan Metode Ijtihad
Ijtihad
berasal dari bahasa jahdun yang artinya
bersungguh sungguh. Sedangkan pengertian ijtihad menurut istilah ialah
menggunakan seluruh kemampuan berpikir secara maksimal dan dengan sungguh
sungguh unuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan mengistinbatkan dari Al Quran
dan Sunnah Rasul SAW.
2.2.2. Metode ijtihad
1) Ijma’
Kata
ijma’ secara bahasa berarti kesepakatan atau konsensus. Juga berarti dekat atau
niat. Sedangkan ijma’ menurut istilah ulama ushul adalah kesepakatan semua imam
mujtahid diantara umat islam pada suatu masa setelah wafatnya rasul, atau hokum
syar’I mengenai suatu kejadian atau kasus.
Dalil
ijma’ sebagai sumber hukum terdapat dalam QS. Annisa’ : 59 yang artinya “ Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu…”.
2)
Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti
ukuran,sukatan,timbangan. Qiyas menurut ulama ushul fiqh dalam menghubungkan
suatu kejadian yang tidak ada nash nya kepada suatu kejadian lain yang ada nash
nya. Selanjutnya dihubungkan kesamaan illat hukum keduanya dan diputuskan
hukumnya yang sama.
Dasar
hukum qiyas:
a) Al-quran,
contohnya penyelesaian kasus hukum dengan metode qiyas adalah meminum khamar
telah ditetapkan haram hukumnya berdasarkan nash QS. Al-Maidah : 90 kemudian
ditetapkan hukum haramnya meminum minuman keras, narkoba, dan lainnya karena
disamakan illatnya dengan khamar, yaitu sama-sama memabukkan.
b) Sunah,
berdasarkan pada hadis Muaz bin Jabal, yakni ketetapan hukum oleh Muaz ketika
ditanya oleh Rasullullah Saw, diantaranya ijtihad yang mencakup didalamnya
qiyas , karena qiyas merupakan salah satu macam ijtihad.
3)
Istihsan
Istihsan
menurut bahasa berarti menganggap baik sesuatu. Sedangkan menurut islilah dalam
pendapat ulama ushul adalah berpalingnya seorang mujtahid dari tuntunan qiyas
jail kepada qiyas khafi (samar) atau dari hukum kulli (umum) kepada hukum
istina’ (pengecualian) karena ada dahlil yang lebih kuat .
Jadi
istihsan adalah menetapkan suatu hukum terhadap suatu persoalan atas dasar
prinsip-prinsip kebaikan, keadilan, dan kasih saying, dan sebagainya dari
Al-quran dan sunah.
Dasar
hukum istihsan yaitu Al-quran QS.Azzumar : 18 yang terjemahannya “Orang-orang yang mendengarkan perkataan
lalu mengikuti apa yang palig baik diantaranya.”
4)
Maslahah
Maslahah
adalah cara untuk menetapkan hukum suatu masalah atau kejadian yang tidak
terdapat ketentuannya baik di dalam Al-quran maupun dalam sunah tetapi
penetapan hukum ini berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat dan
kepentingan umum.
Sebagai
contoh yang dapat dikemukakan adanya kemaslahatan bagi masyarakat unuk mencetak
uang, mendirikan bank, mendirikan kantor-kantor pemerintahan.
Dari
segi kualitas dan kepentingannya kemaslahatan itu dibagi menjadi :
·
Maslahah al-dharuriyah
·
Maslahah al-hajjiyah
·
Maslahah al-tahsiniyah
Maslahah dari segi
kandungannya :
·
Maslahah al-amma
·
Maslahah al-khashash
5)
Istishab
Istihab menurut bahasa berarti
mencari sesuatu yang ada hubungannya. Menurut istilah adalah tetap berpegang
pada hukum yang telah ada dari suatu peristiwa atau kejadian sampai ada dalil yang
mengubah hukum tersebut.
Ditinjau
dari segi timbulnya kaidah-kaidah istishab dapat dibagi kepada :
a) Berdasarkan
penetapan akal
Berdasarkan
qs. Al-Baqarah : 29 dapat ditetapkan bahwa semua yang diciptakan Allah dimuka
bumi adalah unuk keperluan dan kepentingan manusia yang dapat digunakan sebagai
sarana dalam melaksanakan tugas kekhalifahan. Dengan demikian, segala sesuatu
pada asasnya adalah boleh digunakan atau dimanfaatkan oleh manusia. Hukum boleh
itu tetap berlaku sampai ada dalil yang mengubahya.
b) Berdasarkan
hukum syara’
Sesuai
dengan ketetapan syara’ bahwa apabila telah terjadiakad nikah yang dilakukan
oleh seorang laki–laki dan seorang perempuan dan akad itu lengkap dengan rukun–rukun
dan syarat- syaratnya, maka kedua suami istri itu halal atau mubah (boleh)
hukumnya melakukan hubungan suami istri.
6)
Urf
Maksud
urf adalah kebiasaan mayoritas masyarakat yang dianggap baik, dalam benuk
perkataan maupun perbuatan. Urf terdiri dari dua macam : urf shahih dan urf
fasid. Urf shahih maksudnya kebiasaan berulang-ulang dilakukan dan diterima
oleh orang banyak, dan tidak bertentangan dengan agama, sopan santun dan budaya
luhur. Urf fasid maksudnya kebiasaan yang berlaku disuatu tempat meskipun
merata pelaksanannya tapi bertentangan dengan agama, undang-undang Negara dan
sopan santun.
7) Syar’u
man qablana
Syar’u man qablana maksudnya
sari’at yang sudh berlaku bagi umat-umat terdahulu melalui rasul-rasul yang
diutus kepada umatnya, seperti, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa. Syar’u
man qablana dapat dijadikan dalil dalam islam sesuai dengan firman Allah swt
dalam Qs Al-An’am ayat 142 yang artinya :
“ Dan
kepada orang yahudi, kami haramkan segala binatang yang berku Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala
binatang yang berkuku dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak
dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau
yang di perut besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah
Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka; dan sesungguhnya Kami adalah
Maha Benar.”
Dan firman Allah dalam surat Asy-Syura
ayat 13 yang arinya :
“
Dia Allah telah menerangkan kepadamu sebagian(urusan) agama, apa yang ia
ajibkan kepada Nuh dan yang kami wajibkan kepadamu dan apa yang kami wajibkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa, (yaitu hendaklah kamu tetap menegakka urusan agama itu
dan janganlah kamu bercerai-berai kepadanya…”
2.2.3. Mazhab Shahabi
Mahzhab Shahabi adalah pendapat sahabat rasulullah saw
tentang suatu kasus dimana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam
Al-Quran dan sunnah Rasulullah saw. Yang dimaksud sahabat Rasulullah, seperti
dikemukakan oleh Muhammad ajjaj al-Khatib, ahli hadist berkebagsaan Syiria,
dalam karyanya Ushul al-Hadist adalah setiap orang muslim yang hidup bergaul
bersama Rasulullah dalam waktu yang cukup lama serta menimba ilmu dari
Rasulullah. Misalnya Ummar bin Khattab, Aisya, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka
ini adalah diantara para sahabat yag banyak berfawta tentang islam
Ulam berbeda pendapat tentang fatwa sahabat, beberapa
pendapat itu dapat disimpulkan kepada dua pendapat, sebagai berikut.
1) .Kalangan
Hanafiah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan pendapat terkuat dari imam Ahmad bin
Hambal, bahwa fatwa sahabat dapat dijadikan pegangan oleh generasi muda
sesudahnya. Alasa mereka antar lain.
a)
Firman Allah dalam
surat Ali-Imran ayat 110 yang artinya :
“ Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk
umat manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Alalah, sekiranya ahli kitab beriman, tentulah iu lebih baik
bagi mereka,diantar mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik”
b)
Sabda Rasulullah saw
“
Para sahabatku bagaikan binatang-binatang, siapapun diantara mereka yang kamu
ikuti, maka kalian akan mendapat petunjuk”
(HR. Ibnu Majah)
2) Kalangan Mu’tazilah, Syiah dan salah satu
pendapat imam Ahmad bin Hambal bahwa fatwa sahabat tidak mengikat geerasi
seterusnya, alas an mereka diantaranya.
a) Firman
Allah surat Al-Hasyr ayat 2 yang artinya :
“
Maka (ambillah) kejadian itu untuk menjadi pelajara, hai orang-orang yang
mempunyai pandangan”.
b) Para
sahabat bukanlah orang yang dijamin Allah maksun (bebas dari dosa dan
kesalahan), sama dengan para mujtahid lainnya. Oleh karena itu mungkin saja
fatwa mereka ada yang keliru.
2.2.4. Sejarah Ijtihad
Berdasarkan
pendapat jumhur ulama, ijtihad sudah ada sejak zaman Rasulullahsaw yaitu yang
dilakukan oleh Mu’as bin Jabal, dan Rasulullah mengajukan tiga pertanyaan
kepadanya, “Whai Mu’as dengan apa engkau menetapkan hukum?. Mu’as menjawab,
dengan kitab Allah swt. Bila tidak didapati di dalam kitab?. Mu’as menjawab,
maka dengan sunnah Rasulnya. Bila tidak didapati di dalam hadist Rasulnya?.
Mu’as menjawab, aku akan menggunakan segenap kemampuan pikiranku (Ijtihad). Kemudian
Rasul menepuk bahu Mu’as dan berkata “
Alhamdulillahillazi wafaqa rasula rasulihi” (segala puji bagi Allah yang
telah menyetujui utsan dari Rasulnya). Riwayat inilah yang dijadikan sebagai
dasar bolehya menggunakan Ijtihad.
1) Arti
Ijtihad sebagai Dalil Hukum
Ijtihad
merupakan metode dan cara dalam menetapkan hukumsyara’, dan dapat dijadikan
dalail hukum. Pada dasarnya ijtihad itu dilakukan dalam meghadapi
masalah-masalah yang hukumnya tidak dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadist Nabi.
Hal ini sesuai dengan dasar dari dialog antara Nabi Muhammad saw dan Mu’az bin
Jabal seperti yang disebutkan diatas.
2) Cara-cara
Ijtihad
Cara-cara
berijtihad adalah dengan memperhatikan dalil-dalil yang tinggi tingkatannya dan
kemudian diurut pada tingkat berikutnya sebagai berikut : 1) nash Al-Quran; 2)
hadis mutawatir; 3) hadis ahad; 4) zahir Al-Quran; 5) zahir hadist. Jika pada
urutan tersebut tidak didpatkan hendaknya memperhatikan perbuatan Nabi atau
taqrirnya.
Jadi
cara berijtihad mempunyai aturan-aturan yang ketat sehingga hanya orang-orag
yang mempunyai kemampuan optimal yang mampu jadi mujtahid (Suryana, 1996:69).
3) Pintu
ijtihad selalu terbuka
Masa
kemunduran ijtihad atau masa taqlid (bekunya pemikiran hukum) yang panjang
berdampak negatif terhadap kehidupan hukum islam dan fiqih. Mengembalikan hukum
silam sebagai hukum positif (terapan) untuk mengatur kehidupan ummat silam
secara menyeluruh sudah merupakan keinginan bersama. Namun untuk menjadikan
hukum islam yang terhimpun dalam kitap-kitap fiqh karya mujtahid masa lalu itu
menemukan kesulitan karena fiqh tersebut merupakan merupakan hasil ijtihad yang
sesuai dengan kondisi dan situasi pada masa itu.
Agar
hukum Islam tetap actual untuk mengatur kehidupan umat islam dimasa kini,
diperlukan hukum Islam dalam bentuk yang baru da tidak meski mengambil alih
semua fiqih yang lama. Usaha reaktualisasi hukum islam melalui reformulasi fiqh
teleah berlagsung di dunia Isalam semenjak akhir abad XIX dan semakin terlihat
pada awal abad XX yang terus berlangsung hingga saat ini.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa sumber ajaran islam setelah Al-Quran adalah hadits dan ijtihad.
Al-qur’n sebagai sumber hukum Islam yang pertama yaitu Al-qu’an berisi
tentang semua kehidupan yang ada di alam, perintah, akidah dan kepercayaan,
akhlak yang murni, mengenai syari’at dan hukum dan sebagai petunjuk umat Islam.
Sedangkan Hadits itu sebagai sumber ajaran islam karena dalam Dalil al-qur’an
mengajarkan kita untuk mempercayai dan menerima apa yang telah disampaikan oleh
Rasul untu dijadikan sebagai pedoman hidup. Selain itu dalam hadits juga
terdapat pertnyataan bahwa berpedoman pada hadits itu wajib, bahkan juga
terdapat dalam salah satu pesan Rasulullah berkenaan menjadikan hadist sebagai
pedoman hidup setelah Al-qur’an sebagai sumber yang pertama. Ijtihad sebagai
sumber ajaran karena melalui konsep ijtihad, setiap peristiwa baru akan
didapatkan ketentuan hukumnya Dari pemaparan makalah kami tersebut kita tahu
bahwa sumber ajaran islam sangat penting sebagai pedoman hidup, untuk itu
hendaknya apabila kita melenceng dari salah satu sumber ajaran tersebut, maka
akan menjadikan hal yang fatal.
3.2. Saran
Kepada pelajar atau
mahasiswa di harapkan lebih giat dalam mempelajari dan memahami sumber islam
dan mempraktekkan ajaran islam dan menjadikan hukum Islam sebagai pedoman dalam
menjalan kehidupan di zaman yang sudah modern ini, agar terhidar dari hal-hal
Yang di larang Allah swt dan Rasulullah saw.
Kepada pemerintah juga
diharapkan dalam menentukan suau hukum atau perkara hendaknya menggunakan
sumber hukum (Ajaran) Islam atau hukum yang sudah di tetapkan dalam Islam agar,
tercapainya ketertiban, kedamain dalam menjalani kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Masyarakat juga
diharapkan memahami kembali apa yang menjadi dasar hukum atau sumber ajaran
dalam Islam, karna dalam ajaran Islam sudah mencakup semua asfek kehidupan, baik
tentang bagaimana aturan hubungan antara manusia dengan manuasia (hamlum
minannas) dan hubungan manusia dengan tuhan (hablum Minallah).
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahman, Dkk. 2014. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan
Tinggi Umum. Padang: UNP Press.